Kriteria ini dimaksudkan sebagai ciri-ciri umum yang diharapkan pada masing-masing fungsi jalan. Ciri-ciri ini dapat merupakan arahan fungsi jalan yang perlu dipenuhi/ didekati.

5.1. Jalan Arteri Primer
a. Jalan arteri primer dalam kota merupakan terusan jalan arteri primer luar kota.
b. Jalan arteri primer melalui atau menuju kawasan primer.
c. Jalan arteri primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam.
d. Lebar badan jalan arteri primer tidak kurang dari 8 meter
e. Lalu lintas jarak jauh pada jalan arteri primer adalah lalu-lintas regional. Untuk itu, lalu lintas tersebut tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik, dan lalu lintas lokal, dari kegiatan lokal
f. Kendaraan angkutan barang berat dan kendaraan umum bus dapat diizinkan melalui jalan ini.
g. Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi secara efisien. Jarak antar jalan masuk/akes langsung tidak boleh lebih pendek dari 500 meter.
h. Persimpangan pada jalan arteri primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya.
i. Jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.
j. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih besar dari fungsi jalan yang lain.
k. Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan seharusnya tidak diizinkan.
1. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas, lampu penerangan jalan dan lain-lain.
m. Jalur khusus seharusnya disediakan yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya.
n. Jalan arteri primer seharusnya dilengkapi dengan median.

5.2. Jalan Kolektor Primer
a. Jalan kolektor primer dalam kota merupakan terusan jalan kolektor primer luar kota.
b. Jalan kolektor primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan arteri primer.
c. Jalan kolektor primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 (empat puluh) km per jam.
d. Lebar badan jalan kolektor primer tidak kurang dari 7 (tujuh) meter .
e. Jumlah jalan masuk ke jalan kolektor primer dibatasi secara efisien. Jarak antar jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 400 meter.
f. Kendaraan angkutan barang berat dan bus dapat diizinkan melalui jalan ini.
g. Persimpangan pada jalan kolektor primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya.
h. Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.
i. Lokasi parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak diizinkan pada jam sibuk.
j. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas dan lampu penerangan jalan.
k. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih rendah dari jalan arteri primer.
l. Dianjurkan tersedianya Jalur Khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya.

5.3. Jalan Lokal Primer
a. Jalan lokal primer dalam kota merupakan terusan jalan lokal primer luar kota.
b. Jalan lokal primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan primer lainnya.
c. Jalan lokal primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 (dua puluh) km per jam.
d. Kendaraan angkutan barang dan bus dapat diizinkan melalui jalan ini.
e. Lebar badan jalan lokal primer tidak kurang dari 6 (enam) meter
f. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling rendah pada sistem primer.

5.4. Jalan Arteri Sekunder
a. Jalan arteri sekunder menghubungkan :
i. kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu.
ii. antar kawasan sekunder kesatu.
iii. kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.
iv. jalan arteri/kolektor primer dengan kawasan sekunder kesatu.
b. Jalan arteri sekunder dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 (tiga puluh) km per jam.
c. Lebar badan jalan tidak kurang dari 8 (delapan) meter
d. Lalu lintas cepat pada jalan arteri sekunder tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat.
e. Akses langsung dibatasi tidak boleh lebih pendek dari 250 meter
f. Kendaraan angkutan barang ringan dan bus untuk pelayanan kota dapat diizinkan melalui jalan ini.
g. Persimpangan pads jalan arteri sekunder diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya.
h. Jalan arteri sekunder mempunyai kapasitas same atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.
i. Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak dizinkan pada jam sibuk.
j. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas, lampu jalan dan lain-lain.
k. Besarnya lala lintas harian rata-rata pada umumnya paling besar dari sistem sekunder yang lain.
1. Dianjurkan tersedianya Jalur Khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya.
m. Jarak selang dengan kelas jalan yang sejenis lebih besar dari jarak selang dengan kelas jalan yang lebih rendah.

5.5. Jalan Kolektor Sekunder
a. Jalan kolektor sekunder menghubungkan:
i. enter kawasan sekunder kedua.
ii. kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.
b. Jalan kolektor sekunder dirancang berdasarken keoepatan rencana paling rendah 20 (dua puluh) km per jam.
c. Lebar badan jalan kolektor sekunder tidak kurang dari 7 (tujuh) meter.
d. Kendaraan angkutan barang berat tidak diizinkan melalui fungsi jalan ini di daerah pemukiman.
e. Lokasi parkir pads badan jalan-dibatasi.
f. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup.
g. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pads umumnya lebih rendah dari sistem primer dan arteri sekunder.

5.8. Jalan Lokal Sekunder
a. Jalan lokal sekunder menghubungkan:
i. enter kawasan sekunder ketiga atau dibawahnya.
ii. kawasan sekunder dengan perumahan.
b. Jalan lokal sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 (sepuluh) km per jam.
c. Lebar badan jalan lokal sekunder tidak kurang dari 5 (lima) meter
d. Kendaraan angkutan barang berat dan bus tidak diizinkan melalui fungsi jaIan ini di daerah pemukiman.
e. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling rendah dibandingkan dengan fungsi jalan yang 'lain.

 

Perubahan Status Jalan

No Comment - Post a comment

Suatu ruas jalan dapat ditingkatkan statusnya menjadi lebih tinggi apabila dipenuhi persyaratan sebagai berikut:
i. Ruas jalan tersebut berperan penting dalam pelayanan terhadap wilayah/ kawasan yang lebih luas dari wilayah/kawasan semula.
ii Ruas jalan tersebut makin dibutuhkan masyarakat dalam rangka pengem bangan sistem transportasi.

Suatu ruas jalan dapat diturunkan statusnya menjadi lebih rendah apabila terjadi hal-hal yang berlawanan dengan yang tersebut. di atas. Peralihan status suatu jalan dapat diusulkan oleh pembina jalan semula kepada pembina jalan dituju. Pembina jalan yang menerima usulan atau saran memberikan pendapatnya kepada pejabat yang menetapkan status semula. Penetapan status ruas jalan dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang menetapkan status baru dari ruas jalan yang bersangkutan, setelah mendengar pendapat pejabat yang menetapkan status semula.

 

Menurut wewenang pembinaan jalan dikelompokkan menjadi jalan Nasional, Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten, Jalan Kotamadya dan Jalan Khusus.
a. Jalan Nasional
Yang termasuk kelompok jalan nasional adalah jalan arteri primer, jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota propinsi, dan jalan lain yang mempunyai nilai strategis terhadap kepentingan nasional. Penetapan status suatu jalan sebagai jalan nasional dilakukan dengan Keputusan Menteri.
b. Jalan Propinsi
Yang termasuk kelompok jalan propinsi adalah:
i. Jalan kolektor primer yang menghubungkan lbukota Propinsi dengan Ibukota Kabupaten/Kotamadya.
ii. Jalan kolektor primer yang menghubungkan antar lbukota Kabupaten/ Kotamadya.
iii. Jalan lain yang mempunyai kepentingan strategis terhadap kepentingan propinsi.
iv. Jalan dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang tidak termasuk jalan nasional.
Penetapan status suatu jalan sebagai jalan propinsi dilakukan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri atas usul Pemerintah Daerah Tingkat I yang bersangkutan, dengan memperhatikan pendapat Menteri.
c. Jalan Kabupaten
Yang termasuk kelompok jalan kabupaten adalah:
i. Jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan propinsi.
ii. Jalan lokal primer
iii. Jalan sekunder dan jalan lain yang tidak termasuk dalam kelompok jalan nasional,
jalan propinsi dan jalan kotamadya.
Penetapan status suatu jalan sebagai jalan kabupaten dilakukan dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, atas usul Pemerintah Daerah Tingkat II yang bersangkutan.
d. Jalan Kotamadya
Yang termasuk kelompok jalan Kotamadya adalah jaringan jalan sekunder di dalam kotamadya. Penetapan status suatu ruas jalan arteri sekunder dan atau ruas jalan kolektor sekunder sebagai jalan kotamadya dilakukan dengan keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I atas usul Pemerintah Daerah Kotamadya yang bersangkutan. Penetapan status suatu ruas jalan lokal sekunder sebagai jalan Kotamadya dilakukan dengan Keputusan Walikotamadya Daerah Tingkat II yang bersangkutan.
e. Jalan Khusus
Yang termasuk kelompok jalan khusus adalah jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi/badan hukum/perorangan untuk melayani kepentingan masing-masing. Penetapan status suatu ruas jalan khusus dilakukan oleh instansi/badan hukum/perorangan yang memiliki ruas jalan khusus tersebut dengan memperhatikan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum.

 

PENENTUAN KLASIFIKASI FUNGSI JALAN DI WILAYAH PERKOTAAN

No Comment - Post a comment

Jaringan jalan merupakan satu kesatuan sistem terdiri dari sistem jaringan jalan
primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hirarki.
4.1. Sistem Jaringan Jalan Primer
a. Sistem jaringan jalan primer disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang
dan struktur pengembangan wilayah tingkat nasional, yang menghubungkan
simpul-simpul jasa distribusi.
b. Jaringan jalan primer menghubungkan secara menerus kota jenjang kesatu, kota
jenjang kedua, kota jenjang ketiga, dan kota jenjang dibawahnya sampai ke persil
dalam satu satuan wilayah pengembangan. Jaringan jalan primer
menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kesatu antar
satuan wilayah pengembangan.
c. Jaringan jalan primer tidak terputus walaupun memasuki kota. Jaringan jalan
primer harus menghubungkan kawasan primer. Suatu ruas jalan primer dapat
berakhir pada suatu kawasan primer. Kawasan yang mempunyai fungsi primer
antara lain: industri skala regional, terminal barang/pergudangan,pelabuhan, bandar udara, pasar induk, pusat perdagangan skala regional/ grosir.
d. Jalan Arteri Primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang ke satu
dengan kota jenjang ke satu yang terletak berdampingan atau menghubungkan
kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua.
e. Jalan Kolektor Primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan
kota jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang
ketiga.
f. Jalan Lokal Primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu
dengan persil atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan persil atau
menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga, kota jenjang ketiga
dengan kota jenjang dibawahnya, kota jenjang ketiga dengan persil, atau kota
dibawah jenjang ketiga sampai persil.
g. Yang dimaksud dengan kota jenjang kesatu ialah kota yang berperan melayani
seluruh satuan wilayah pengembangannya, dengan kemampuan pelayanan jasa yang
paling tinggi dalam satuan wilayah pengembangannya serta memiliki orientasi
keluar wilayahnya.
h. Yang dimaksud dengan kota jenjang kedua ialah kota yang berperan melayani
sebagian dari satuan wilayah pengembangannya dengan kemampuan pelayanan
jasa yang lebih rendah dari kota jenjang kesatu dalam satuan wilayah
pengembangannya dan terikat jangkauan jasa ke kota jenjang kedua serta
memiliki orientasi ke kota jenjang kesatu.
i. Yang dimaksud dengan kota jenjang ketiga ialah kota yang berperan melayani
sebagian dari satuan wilayah pengembangannya, dengan kemampuan pelayanan
jasa yang lebih rendah dari kota jenjang kedua dalam satuan wilayah
pengembangannya dan terikat jangkauan jasa ke kota jenjang kedua serta
memiliki orientasi ke kota jenjang kedua dan ke kota jenjang kesatu.
j. Yang dimaksud dengan kota di bawah jenjang ketiga ialah kota yang berperan
melayani sebagian dari satuan wilayah pengembangannya, dengan kemampuan
pelayanan jasa yang lebih rendah dari kota jenjang ketiga dan terikat jangkauan
serta orientasi yang mengikuti prinsip-prinsip di atas.
k. Kawasan adalah wilayah yang batasnya ditentukan berdasarkan lingkup
pengamatan fungsi tertentu.
1. Kawasan Primer adalah kawasan kota yang mempunyai fungsi primer. Fungsi
primer (Fl) adalah fungsi kota dalam hubungannya dengan kedudukan kota sebagai
pusat pelayanan jasa bagi kebutuhan pelayanan kota, dan wilayah
pengembangannya.
m. Hubungan antar hirarki kota dengan peranan ruas jalan penghubungnya dalam
sistem jaringan jalan primer
4.2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder
a. Sistem jaringan jalan sekunder disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata
ruang kota yang menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi
primer, fungsi sekunder ke satu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan
seterusnya sampai ke perumahan.
b. Jalan Arteri Sekunder menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder
kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder
kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder
kedua.
c. Jalan Kolektor Sekunder menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan
kawasan sekunder kedua atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan
kawasan sekunder ketiga.
d. Kawasan Sekunder adalah kawasan kota yang mempunyai fungsi sekunder.
Fungsi sekunder sebuah kota dihubungkan dengan pelayanan terhadap warga
kota itu sendiri yang lebih berorientasi ke dalam dan jangkauan lokal. Fungsi ini
dapat mengandung fungsi yang terkait pada pelayanan jasa yang bersifat
pertahanan keamanan yang selanjutnya disebut fungsi sekunder yang bersifat
khusus.
g. Fungsi primer dan fungsi sekunder harus tersusun teratur dan tidak terbaurkan.
Fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua dan seterusnya
terikat dalam satu hubungan hirarki.
h. Fungsi primer adalah fungsi kota dalam hubungannya dengan kedudukan kota
sebagai pusat pelayanan jasa bagi kebutuhan pelayanan kota, dan wilayah
pengembangannya.
i. Fungsi sekunder adalah fungsi kota dalam hubungannya dengan kedudukan
kota sebagai pusat pelayanan jasa bagi kebutuhan penduduk kota itu sendiri.
j. Wilayah dimaksudkan sebagai kesatuan geografi beserta segenap unsur yang
terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan pengamatan
administratif dan atau fungsional.
k. Struktur kawasan kota dapat dibedakan berdasarkan besarnya penduduk kota yang
bersangkutan. Ketentuan tentang fungsi kawasan, penduduk pendukung dan jenis
sarananya dapat dilihat pada Lampiran.

 

SEJARAH JALAN RAYA

No Comment - Post a comment


Sejarah jalan pada hakekatnya dimulai bersama dengan sejarah manusia. Pada saat pertama manusia mendiami bumi kita ini, usaha mereka pertama-tama ialah mencari cara untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka terutama makan dan minum. Dalam mencari cara tersebut, mereka dan juga binatang-binatang mencari tempat-tempat paling sedikit rintangannya. Karena pada waktu itu mereka masih merupakan penggembara-penggembara, maka yang dapat kita lihat sekarang hanyalah jejaknya saja. Karena manusia dan binatang mempunyai kepentingan yang sama, yaitu minum, maka jejak-jejak yang menuju ke danau-danau atau sungai-sungai lebih banyak ditemukan.

JALAN SETAPAK

Setelah manusia berkembang biak dan hidup berkelompok, maka mereka membutuhkan termpat berdiam meskipun hanya sementara. Umumnya mereka berpindah-pindah tempat secara musiman, bila tempat-tempat di sekitarnya sudah tidak ada bahan makanan yang mereka butuhkan. Pada waktu itu jejak-jejak tersebut menjadi jalan setapak atau bila di hutan terkadang disebut “lorong-lorong tikus”. Jalan ini merupakan jalan musiman (seasonal-road). Orang-orang nomaden mempergunakan jalan ini untuk berburu pada musim berburu dan untuk mencari ikan.

JALAN SEBAGAI PRASARANA SOSIAL, EKONOMI, POLITIK, MILITER, DAN KEBUDAYAAN

Kira-kira pada 5000 tahun yang lalu manusia mulai hidup berkelompok di suatu tempat membentuk suku-suku atau bangsa-bangsa. Pada saat ini manusia mulai mempergunakan jalan yang tetap untuk mengadakan hubungan dan tukar-menukar barang (barter) antara suku-suku atau bangsa-bangsa tersebut. Pada saat inilah sejarah transportasi yang sesungguhnya dimulai yang berfungsi sebagai prasarana sosial dan ekonomi.

Bangsa Persia (6 abad sebelum Masehi) dan bangsa Romawi (4 abad sebelum Masehi) mulai menaruh perhatian yang besar kepada pembuatan jalan-jalan untuk mempertahankan persatuan bangsanya dan untuk keperluan gerakan tentaranya dalam memperluas imperiumnya. Dengan demikian fungsi jalan bertambah dengan politik dan militer. Karena selama mereka menaklukkan bangsa-bangsa lain, mereka juga membawa kebudayaan, maka jalan juga mempunyai fungsi kebudayaan.

Bangsa Persia mulai abad 6 SM membuat jalan sepanjang kurang lebih 1.755 mil lewat Asia kecil, Asia Barat Daya sampai teluk Persia. Sedangkan bangsa Romawi yang terkenal itu, selama abad ke 4 SM dan abad ke 4 M membuat jalan kurang lebih 50.000 mil di Italia, Perancis, Spanyol, Inggris, bagian barat Asia kecil dan bagian Utara Afrika, sehingga bangsa Romawi terkenal sebagai pembuat jalan yang terbesar pada zaman itu. Para ahli sejarah berpendapat, bahwa kesuksesan bangsa romawi ini disebabkan oleh tiga faktor:

a. Bangsa Romawi memiliki ahli-ahli negara yang tahu arti pentingnya jalan sebagai prasarana perhubungan untuk mempertahankan dan memperluas imperiumnya.

b. Bangsa Romawi lebih mengenal tentang teknik pembuatan jalan dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain pada zamannya. Mereka mulai mengerti tentang:

· Tebal lapisan perkerasan jalan.

· Mempergunakan material untuk jalan yang tidak lembek karena air hujan.

· Mengembangkan metode pengembangan jalan melalui berbagai Survey (pengamatan-pengamatan)

c. Mempunyai armada tenaga kerja yang sangat besar, yang terdiri dari:

· Budak-budak dari bangsa-bangsa jajahannya yang bisa dipekerjakan sebagai pembuatan jalan.

· Bila tidak ada perang bala tentaranya yang sangat besar itu bisa dikerahkan sebagai penasehat, pemimpin dan sekaligus sebagai pekerja-pekerja pembuat jalan.

Hanya yang sulit dimengerti ialah mengapa mereka membuat perkerasan jalan sampai setebal 3 – 5 feet (1 – 1,7 m), sedangkan lalu lintas pada waktu itu hanya terdiri dari para pejalan kaki, kuda-kuda dan hewan-hewan lainnya, gerobak-gerobak, dan kereta-kereta perang. Para ahli menduga bahwa hal itu mungkin, disebabkan karena mereka menguasai armada tenaga kerja yang amat besar dan kecuali itu mungkin karena sikap ambisius bangsa Romawi yang ingin meninggalkan monumen-monumen kebesarannya kepada anak cucunya serta bangsa-bangsa lain.

TRANSPORTASI DARAT MEMPUNYAI ARTI STRATEGI

a. Setelah kerajaan Romawi mulai runtuh pada pertengahan abad ke 4 M, maka jalan-jalan yang dibuatnya menjadi rusak karena kurang mendapat perhatian pemeliharaan. Pada abad ke 5 M orang-orang Barbar merusak seluruh jalan ini karena takut mendapat serangan mendadak dari bangsa Romawi yang mungkin bangkit kembali ataupun dari bangsa lainnya. Tindakan ini diikuti oleh bangsa-bangsa lain, sehingga angkutan darat pada waktu itu menjadi merosot kembali, angkutan barang kembali diangkut langsung dengan hewan, sedangkan gerobak-gerobak hampir hilang.

b. Pada abad ke-19 Daendels (Gubernur Belanda di Indonesia) membuat jalan sepanjang pulau Jawa dari Merak – Jakarta – Bandung – Cirebon – Purwokerto – Yogyakarta – Solo – Surabaya sampai Banyuwangi sepanjang kurang lebih 1500 km yang melewati kota-kota penting dan pusat kerajaan. Sehingga Belanda bisa menguasai ekonomi dan menjinakkan kerajaan-kerajaan di Jawa melalui transportasi darat.

c. Bangsa Jerman dalam membuat persiapan untuk Perang Dunia II, membangun jalan-jalan raya (auto bahn) dari Berlin menuju ke segala penjuru untuk mensukseskan blitz – kriegnya.

d. Dalam perang kemerdekaan melawan tentara Belanda yang unggul dalam persenjataan dan teknik militer, bangsa Indonesia mengadakan tindakan yang sangat penting dalam arti strategi dan militer ekonomi yaitu menghancurkan jalan-jalan darat dan rel kereta api sebagai sarana transportasi darat. Sehingga meskipun awalnya kita kalah hampir pada setiap pertempuran, tetapi akhirnya menang dalam peperangan karena kita menang dalam srategi dan mental.

Mengingat hal-hal tersebut maka transportasi darat tidak hanya mempunyai arti teknik dan taktik militer saja, tetapi juga mempunyai arti strategi yang sangat penting. Sebagai kesimpulan maka jalan mempunyai peranan yang penting dalam bidang sosial, ekonomi, politik, strategi/militer dan kebudayaan. Sehingga keadaan jalan dan jaringan-jaringan jalan bisa dijadikan barometer tentang tingginya kebudayaan dan kemajuan ekonomi suatu bangsa. Sebuah pepatah mengatakan: “Bagaimana jalannya demikian pula bangsanya”, dan hanya bangsa yang ingin maju saja mengerti akan arti pentingnya jalan pada khususnya dan perhubungan pada umumnya.

SETELAH MENGENAL KENDARAAN BERODA

Bangsa Romawi mulai abad ke-4 SM sampai abad ke-4 M telah membuat jalan dengan perekerasan ukuran tebal 3- 5 feet (1- 1,7 m) dan lebarnya 35 feet (kurang lebih 12 m). Perkerasan tersebut dibuat berlapis-lapis seperti gambar di bawah ini:

PADA AKHIR ABAD KE 18

A. Seorang bangsa Inggris bernama Thomas Telford (1757 – 1834) ahli jembatan lengkung dari batu, menciptakan konstruksi perkerasan jalan yang prinsipnya seperti jembatan lengkung. Prinsip ini menggunakan desakan-desakan dengan menggunakan batu-batu belah yang dipasang berdiri dengan tangan. Konstruksi ini kemudian sangat berkembang dan dikenal dengan sebutan sistem Telford.

B. Pada waktu itu pula Scotsman John London Mc. Adam (1756 – 1836) memperkenalkan konstruksi perekerasan jalan dengan prinsip “tumpang tindih” dengan menggunakan batu-batu pecah dengan ukuran terbesar “3”. Perkerasan sistem ini sangat berhasil dan merupakan prinsip pembuatan jalan secara masinal (dengan mesin). Selanjutnya sistem ini disebut sistem Macadam. Sampai sekarang kedua sistem tersebut masih lazim dipergunakan di daerah-daerah di Indonesia dengan menggabungkannya menjadi sistem Telford-Macadam. Dengan begitu perkerasan jalan untuk bagian bawah menggunakan sistem Telford kemudian untuk perkerasan atas dengan sistem Macadam.

PADA ABAD KE-19 SETELAH DITEMUKAN KERETA API

Setelah kereta api ditemukan mulai tahun 1830 jaring-jaring rel K.A dibuat di mana-mana, maka angkutan lewat jalan darat mulai terdesak, dengan sendirinya teknik pembuatan jalan tidak berkembang. Akan tetapi pada akhir abad ke-19 jumlah kendaraan berangsur-angsur mulai banyak, sehingga menuntut jalan darat yang lebih baik dan lancar. Oleh karena itu pada akhir abad ke-19 teknik pembuatan jalan yang baik mulai tumbuh dan berkembang lagi.

PADA ABAD KE-20

Sesudah perang dunia I kira-kira pada tahun 1920 banyak negara-negara mulai memperhatikan pembangunan jalan raya. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya angkutan yang beroperasi khususnya kendaraan bermotor. Persaingan antara kereta api dan kendaraan bermotor mulai ramai, karena masing-masing mempunyai keunggulannya sendiri-sendiri. Untuk angkutan secara massal jarak jauh kereta api bisa dikatakan lebih efektif. Namun sebaliknya untuk angkutan jarak dekat kendaraan bermotor lebih bisa melayani dari pintu ke pintu (door to door), sehingga handling cost lebih rendah daripada kereta api.

Disamping itu, orang mulai membuat alat-alat besar yang khusus untuk membuat jalan (road building equipment), sehingga pembuatan jalan menjadi lebih cepat dan relatif murah dengan kualitas yang lebih baik. Selama perang dunia II untuk keperluan militer yang mendesak telah dibuat beribu-ribu kilometer jalan secara masinal dengan sistem modern di banyak negara. Hal itulah yang mendorong berkembangnya ilmu pengetahuan mengenai konstruksi jalan raya.

 

1. Metoda AASHTO’93
Salah satu metoda perencanaan untuk tebal perkerasan jalan yang sering digunakan adalah metoda AASHTO’93. Metoda ini sudah dipakai secara umum di seluruh dunia untuk perencanaan serta di adopsi sebagai standar perencanaan di berbagai negara. Metoda AASHTO’93 ini pada dasarnya adalah metoda perencanaan yang didasarkan pada metoda empiris. Parameter yang dibutuhkan pada perencanaan menggunakan metoda AASHTO’93 ini antara lain adalah :
a. Structural Number (SN)
b. Lalu lintas
c. Reliability
d. Faktor lingkungan
e. Serviceablity
1.1 Structural Number
Structural Number (SN) merupakan fungsi dari ketebalan lapisan, koefisien relatif lapisan (layer coefficients), dan koefisien drainase (drainage coefficients). Persamaan untuk Structural Number adalah sebagai berikut :
SN = a1D1 + a2D2m2 + a3D3m3 ……………………………………………..(Pers. 1)
Dimana :
SN = nilai Structural Number.
a1, a2, a3 = koefisien relatif masing‐masing lapisan.
D1, D2, D3 = tebal masing‐masing lapisan perkerasan.
m1, m2, m3 = koefisien drainase masing‐masing lapisan.
1.2 Lalu Lintas
Prosedur perencanaan untuk parameter lalu lintas didasarkan pada kumulatif beban gandar standar ekivalen (Cumulative Equivalent Standard Axle, CESA). Perhitungan untuk CESA ini didasarkan pada konversi lalu lintas yang lewat terhadap beban gandar standar 8.16 kN dan mempertimbangkan umur rencana, volume lalu lintas, faktor distribusi lajur, serta faktor bangkitan lalu lintas (growth factor).
1.3 Reliability
Konsep reliability untuk perencanaan perkerasan didasarkan pada beberapa ketidaktentuan (uncertainties) dalam proses perencaaan untuk meyakinkan alternatif‐alternatif berbagai perencanaan. Tingkatan reliability ini yang digunakan tergantung pada volume lalu lintas, klasifikasi jalan yang akan direncanakan maupun ekspetasi dari pengguna jalan.
Reliability didefinisikan sebagai kemungkinan bahwa tingkat pelayanan dapat tercapai pada tingkatan tertentu dari sisi pandangan para pengguna jalan sepanjang umur yang direncanakan. Hal ini memberikan implikasi bahwa repetisi beban yang direncanakan dapat tercapai hingga mencapai tingkatan pelayanan tertentu.
Pengaplikasian dari konsep reliability ini diberikan juga dalam parameter standar deviasi yang mempresentasikan kondisi‐kondisi lokal dari ruas jalan yang direncanakan serta tipe perkerasan antara lain perkerasan lentur ataupun perkerasan kaku. Secara garis besar pengaplikasian dari konsep reliability adalah sebagai berikut:
a. Hal pertama yang harus dilakukan adalah menentukan klasifikasi dari ruas jalan yang akan direncanakan. Klasifikasi ini mencakup apakah jalan tersebut adalah jalan dalam kota (urban) atau jalan antar kota (rural).
b. Tentukan tingkat reliability yang dibutuhkan dengan menggunakan tabel yang ada pada metoda perencanaan AASHTO’93. Semakin tinggi tingkat reliability yang dipilih, maka akan semakin tebal lapisan perkerasan yang dibutuhkan.
c. Satu nilai standar deviasi (So) harus dipilih. Nilai ini mewakili dari kondisi‐kondisi lokal yang ada. Berdasarkan data dari jalan percobaan AASHTO ditentukan nilai So sebesar 0.25 untuk rigid dan 0.35 untuk flexible pavement. Hal ini berhubungan dengan total standar deviasi sebesar 0.35 dan 0.45 untuk lalu lintas untuk jenis perkerasan rigid dan flexible.
1.4 Faktor Lingkungan
Persamaan‐persamaan yang digunakan untuk perencanaan AASHTO didasarkan atas hasil pengujian dan pengamatan pada jalan percobaan selama lebih kurang 2 tahun. Pengaruh jangka panjang dari temperatur dan kelembaban pada penurunan serviceability belum dipertimbangkan. Satu hal yang menarik dari faktor lingkungan ini adalah pengaruh dari kondisi swell dan frost heave dipertimbangkan, maka penurunan serviceability diperhitungkan selama masa analisis yang kemudian berpengaruh pada umur rencana perkerasan.
Penurunan serviceability akibat roadbed swelling tergantung juga pada konstanta swell, probabilitas swell, dll. Metoda dan tata cara perhitungan penurunan serviceability ini dimuat pada Appendix G dari metoda AASHTO’93.
1.5 Serviceability
Serviceability merupakan tingkat pelayanan yang diberikan oleh sistem perkerasan yang kemudian dirasakan oleh pengguna jalan. Untuk serviceability ini parameter utama yang dipertimbangkan adalah nilai Present Serviceability Index (PSI). Nilai serviceability ini merupakan nilai yang menjadi penentu tingkat pelayanan fungsional dari suatu sistem perkerasan jalan. Secara numerik serviceability ini merupakan fungsi dari beberapa parameter antara lain ketidakrataan, jumlah lobang, luas tambalan, dll.
Nilai serviceability ini diberikan dalam beberapa tingkatan antara lain :
a. Untuk perkerasan yang baru dibuka (open traffic) nilai serviceability ini diberikan sebesar 4.0 – 4.2. Nilai ini dalam terminologi perkerasan diberikan sebagai nilai initial serviceability (Po).
b. Untuk perkerasan yang harus dilakukan perbaikan pelayanannya, nilai serviceability ini diberikan sebesar 2.0. Nilai ini dalam terminologi perkerasan diberikan sebagai nilai terminal serviceability (Pt).
c. Untuk perkerasan yang sudah rusak dan tidak bisa dilewati, maka nilai serviceability ini akan diberikan sebesar 1.5. Nilai ini diberikan dalam terminologi failure serviceability (Pf).
2. Persamaan AASHTO’93
Dari hasil percobaan jalan AASHO untuk berbagai macam variasi kondisi dan jenis perkerasan, maka disusunlah metoda perencanaan AASHO yang kemudian berubah menjadi AASHTO. Dasar perencanaan dari metoda AASHTO baik AASHTO’72, AASHTO’86, maupun metoda terbaru saat sekarang yaitu AASHTO’93 adalah persamaan seperti yang diberikan dibawah ini: 8.07-Mr10log32.25.191)(SN10940.40Pf-PoPt-Po10log 0.20 - 1)SN(109.36log So RZ 18W 10log+++⎥⎦⎤⎢⎣⎡+++=……..(2)
Dimana:
W18 = Kumulatif beban gandar standar selama umur perencanaan (CESA).
ZR = Standard Normal Deviate.
So = Combined standard error dari prediksi lalu lintas dan kinerja.
SN = Structural Number.
Po = Initial serviceability.
Pt = Terminal serviceability.
Pf = Failure serviceability.
Mr = Modulus resilien (psi)
3. Langkah‐Langkah Perencanaan Dengan Metoda AASHTO’93
Langkah‐langkah perencanaan dengan metoda AASHTO’93 adalah sebagai berikut:
a. Tentukan lalu lintas rencana yang akan diakomodasi di dalam perencanaan tebal perkerasan. Lalu lintas rencana ini jumlahnya tergantung dari komposisi lalu lintas, volume lalu lintas yang lewat, beban aktual yang lewat, serta faktor bangkitan lalu lintas serta jumlah lajur yang direncanakan. Semua parameter tersebut akan dikonversikan menjadi kumulatif beban gandar standar ekivalen (Cumulative Equivalent Standard Axle, CESA).
b. Hitung CBR dari tanah dasar yang mewakili untuk ruas jalan ini. CBR representatif dari suatu ruas jalan yang direncanakan ini tergantung dari klasifikasi jalan yang direncanakan. Pengambilan dari data CBR untuk perencanaan jalan biasanya diambil pada jarak 100 meter. Untuk satu ruas jalan yang panjang biasanya dibagi atas segmen‐segmen yang mempunyai nilai CBR yang relatif sama. Dari nilai CBR representatif ini kemudian diprediksi modulus elastisitas tanah dasar dengan mengambil persamaan sebagai berikut:
E = 1500 CBR (psi) ……………………………………………………………(3)
Dimana :
CBR = nilai CBR representatif (%).
E = modulus elastisitas tanah dasar (psi).
c. Kemudian tentukan besaran‐besaran fungsional dari sistem perkerasan jalan yang ada seperti Initial Present Serviceability Index (Po), Terminal Serviceability Index (Pt), dan Failure Serviceability Index (Pf). Masing‐masing besaran ini nilainya tergantung dari klasifikasi jalan yang akan direncanakan antara lain urban road, country road, dll.
d. Setelah itu tentukan reliability dan standard normal deviate. Kedua besaran ini ditentukan berdasarkan beberapa asumsi antara lain tipe perkerasan dan juga klasifikasi jalan.
e. Menggunakan data lalu lintas, modulus elastisitas tanah dasar serta besaran‐besaran fungsional Po, Pt, dan Pf serta reliability dan standard normal deviate kemudian bisa dihitung Structural Number yang dibutuhkan untuk mengakomodasi lalu lintas rencana. Perhitungan ini bisa menggunakan grafik‐grafik yang tersedia atau juga bisa menggunakan rumus AASHTO’93 seperti yang diberikan pada Persamaan 2 diatas.
f. Langkah selanjutnya adalah menentukan bahan pembentuk lapisan perkerasan. Masing‐masing tipe bahan perkerasan mempunyai koefisien layer yang berbeda. Penentuan koefisien layer ini didasarkan pada beberapa hubungan yang telah diberikan oleh AASHTO’93.
g. Menggunakan keofisien layer yang ada kemudian dihitung tebal lapisan masing‐masing dengan menggunakan hubungan yang diberikan pada Persamaan 1 diatas dengan mengambil koefisien drainase tertentu yang didasarkan pada tipe pengaliran yang ada.
h. Kemudian didapat tebal masing‐masing lapisan. Metoda AASHTO’93 memberikan rekomendasi untuk memeriksa kemampuan masing‐masing lapisan untuk menahan beban yang lewat menggunakan prosedur seperti yang diberikan pada langkah berikut ini:
Surface courseBase courseSubbase courseD1D2D3SN1SN2SN3Road base course
Gambar 1. Ketentuan Perencanaan Menurut AASHTO’93
a1SN *D11≥
11 *1 1SN Da *SN≥= 2122a*SN - SN *D≥
221SN *SN *SN≥+ 32133a)*SN *(SN - SN *D+≥
Dimana:
ai = Koefisien layer masing‐masing lapisan.
Di = Tebal masing‐masing lapisan.
SNi = Structural Number masing‐masing lapisan.
Keterangan : D dan SN yang mempunyai asterisk (*) menunjukkan nilai aktual yang digunakan dan nilainya besar atau sama dengan nilai yang dibutuhkan.

 

Aspal Beton

No Comment - Post a comment

Aspal beton adalah aspal campuran panas yang bergradasi tertutup (bergradasi menerus). Gradasi tertutup yaitu suatu komposisi yang menunjukkan pembagian butir yang merata mulai dari ukuran terbesar sampai terkecil, dengan material penyusunnya yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan aspal. Agregat adalah sekumpulan butir–butir batu pecah, kerikil, pasir, atau mineral lainnya, baik merupakan hasil alam maupun hasil buatan. Agregat terdiri dari agregat kasar, agregat halus dan filler. Aspal adalah campuran yang terdiri dari bitumen dan mineral, yang berfungsi sebagai campuran bahan pengikat agregat dan pengisi ruang kosong antara rongga batuan. Additive adalah bahan tambahan yang berfungsi untuk meningkatkan kekuatan campuran. Pemakaian additive bukan keharusan dan digunakan untuk mencapai kekuatan campuran aspal beton yang kita inginkan. Aggregate kasar, halus, filler dan aspal dicampur dalam keadaan panas, lalu dibawa kelokasi dan dihampar dengan alat penghampar sehingga didapat lapisan yang seragam dan merata, lalu dipadatkan dengan mesin pemadat dan
akhirnya diperoleh lapisan padat aspal beton. Campuran aspal beton digunakan untuk memenuhi kebutuhan akan suatu lapisan pemukaan jalan (wearing course) yang kedap air dan dapat memberi ketahanan terhadap aus pada jalan dengan beban lalu lintas yang tinggi, dan juga
berfungsi sebagai lapis antara pada perkerasan jalan yang mampu memberikan sumbangan
daya dukung terhadap beban lalu lintas diatasnya.
Karakteristik yang harus dimiliki oleh campuran aspal beton adalah Stabilitas, Kelelehan,
Stabilitas/ Kelelehan, Persen Rongga dalam campuran (Void in Mineral Aggregate, VMA),
Persen Rongga terisi aspal (Air void) dan Indeks perendaman.

 


Bitumen in an Asphalt Concrete mix must have such properties as the adhesiveness to mineral aggregates as well as the resistance to high temperature and oxidation process. These properties include, ductility, penetration, softening point, and penetration index. In this research, Bitumen of Micro Asbuton ( BMA ) together with Latex are used as additive agents for the petroleum bitumen to improve the quality of bitumen and quality asphalt concrete mixture. From Laboratory results, for the quality of bitumen with addition of 10 % BMA in petroleum bitumen reduced penetration by 19 % and increased softening point by 6 %.' Whereas, addition of 10 % BMA and 4 % Latex in petroleum bitumen reduced penetration by 62 % and increased softening point 27 %. Although, penetration of bitumen after being mixed with BMA and Latex was quite low, it was found that ductility of bitumen was not effected, ie. still greatest than 100 cm. For asphalt concrete mixes of quality at the optimum bitumen content, the addition of 10 % BMA and 4 % Latex in petroleum bitumen improved the characteristics of asphalt concrete mixes. With 10 % BMA, the Marshall Stability increased by 9 %, the affects of water Marshall Stability increased by 3 %, and the rate of deformation dicreased by 55 %. Whereas, with 10 % BMA and 4 % Latex the Marshall Stability increased by 12 %, the affects of water Marshall Stability increased 16 %, and the rate of deformation dicreased by 66 %. These ;exults show that the addition of BMA in the mix will improve particularly the resistance to deformation. Whereas, the addition of BMA and Latex in the mix will improve Slightly further the resistance to deformation and will reduce significantly the affects of water on the Stability of the mix. For practical reasons, Micro Asbuton will be used directly in the mix. Therefore, this research just indicates the potential of adding BMA and Latex in the asphalt concrete mix.

 

The Dam Embankment

No Comment - Post a comment

The Dam Embankment

Once the River Hodder had been diverted through the culvert tunnel it was possible to begin work in earnest in the area of the main trench and dam embankment.

Once impervious bedrock had been reached across the full width of the dam, that part of the trench in the bedrock was scrubbed clean and grouted and was then filled with 11,876 cubic yards of concrete. The top of the concrete was shaped to form a concrete "shoe" in the base of the main trench. This was designed and shaped to form a foundation key for the "puddle clay" waterproof centre of the dam embankment. The "shoe" ensured that the clay could not slide away from the bedrock and allow the dam to leak.

Concrete "shoe" in the bottom of the main trench

Concrete "shoe" in the bottom of the main trench

The puddle clay wall rises from the top of the concrete "shoe" in the main trench to 5ft. above the top water level of the reservoir. Clay for the puddle trench was dug from fields within half a mile of the dam site. Pneumatic spades were required to dig the "blue" clay as it was extremely hard but it was of excellent quality for the purpose with virtually no stones in it.

Excavating puddle clay

Excavating puddle clay c.1928

Photograph used by kind permission of Lancashire Library Service - Clitheroe

69,842 cubic yards of clay were used, all of which had to be laid in layers by hand and "puddled" or trodden in by the navvies in thigh-length boots working constantly in water pumped into the trench to make the clay workable. The maximum width of the puddle clay wall is 24ft. and the minimum 8ft.

Puddle clay trench (centre left) and embankment works

Puddle clay trench (centre left) and embankment works

As the puddle wall increased in height it was possible to commence the building of the embankment on each side of the puddle trench.

Commencement of the dam embankment above ground level: the chairman of the Fylde Water Board, Councillor Robertson of Fleetwood, ceremonially tips a wagon load of "fill" - 19/6/1925

Ceremonial commencement of the dam embankment above ground level: the chairman of the Fylde Water Board, Councillor Robertson of Fleetwood, tips a wagon load of "fill" - 19/6/1925

The dam embankment is formed of 732,000 cubic yards of earth filling, the greater part having been excavated from within the reservoir. The large quantities of "fill" were excavated using Ruston "Steam Navvies", mainly from the reservoir bed within the area to be flooded by the dam. This material was then loaded into "Manchester Ship Canal" type (M.S.C.) side-tipping wagons and hauled on temporary narrow gauge railway lines to the dam embankment.

Ruston steam navvy excavating and loading "fill" from the reservoir side into "M.S.C" type wagons

Photograph from the late John Heap collection, used by kind permission of Mr. A. Walmsley

The length of the embankment at the top is 1,160 ft. The greatest width at the base is 678ft.; the width at the top is 20ft. The height above the bed of the River Hodder is 11oft. The downstream face has a slope of 2½ to 1, with two "berms" (or ledges) each 20 ft. wide and one berm 68ft. 9 ins. wide. The upstream face has a slope of 3 to 1 and is shingled and pitched with stone, the area covered being 24,000 sq. yds.

The first water is impounded

The first water is impounded by the culvert bulkhead and the forebay wall. The embankment rises behind the forebay wall. The base of the valve tower may be seen above the culvert entrance

The shingling for the upstream face of the dam was excavated from a gravel bed found beneath the site of Grange Hall when it was demolished in 1926. This gravel extended down in a layer approximately 8ft. deep into the reservoir bed.

Steam navvy excavating and loading fill into "M.S.C" type wagons

Steam navvy excavating and loading gravel into "M.S.C" type wagons hauled by 0-4-0 tank engine (possibly "Ogden"?) for transport to the dam embankment

Photograph used by kind permission of Mrs. J. Lawson

The stone "pitching" used to face the upstream side of the dam and thereby prevent erosion of the embankment was quarried at Jumbles Quarry and transported by rail to the dam site.

Embankment, Valve-Tower & Board House 1931

Embankment, Valve-Tower & Board House 1931

Stone pitching work on the embankment being undertaken.

Laying topsoil and turf to complete the dam embankment. The stone facing of the upstream side of the dam can be seen - temporary railway line being removed in the background

Photograph used by kind permission of Mr. A. Walmsley

Completed dam embankment

Completed dam embankment c. 1932

Photograph used by kind permission of Mrs. J. Lawson

In the 1990s the embankment was modified by the building of a wall along the top of the dam embankment. This wall was built to eliminate the risk of the dam being eroded by wind-driven waves breaking over the top of the earth embankment. It is called a "wave wall" and is now commonly installed on many earth embankment dams.

 

embankment

No Comment - Post a comment



The worker completed the development of the embankment and the widening of the Sediyatmo toll road, to the side of the Soekarno-Hatta airport, in Kapok, Jakarta Utara, on Tuesday (3/6). The development of the embankment to prevent the flood from the overflowing of sea water (Rob) because the height of the toll road was lower than the prawns fishpond
Tanggul Krueng Cunda terlihat sedang dibangun kembali, setelah sebelumnya telah dibangun pada tahap pertama tahun lalu. kegunaan tanggul ini selain untuk mempercantik kawasan pinggiran sungai, juga untuk menahan longsornya pinggiran sungai tersebut, Minggu (28/10)--foto:Rakyat Aceh/Muchlis Ismail
The Samadua sea embankment still could not pacify the road and the settlement of the community from the wave raging pasang.Tanggul that has been built yet along the coast that diamuk the tidal wave.
The Samadua sea embankment still could not pacify the road and the settlement of the community from the wave raging pasang.Tanggul that has been built yet along the coast that diamuk the tidal wave.

 

Geodesy

No Comment - Post a comment

Geodesy was one scientific branch eldest that was connected with the physical environment the earth. Since berabad passed, Geodesy be connected with survey and the mapping. From the Nile River flood (2000 SM) up to the monitoring of the movement kerak the earth was the matter that really was related to Geodesy. To the report on the Council of Riset National United States, the definition of Geodesy could be read as follows: a branch of applied mathematics that determines by observations and measurements the exact position of points and the figures and areas of large portions of the earth apostr s surface,the shape and size of the earth, and the variations of terrestrial gravity. In the different language, geodesy was the branch from knowledge of applied mathematics, that was carried out by means of doing the grating and observation to determine: * the position that was certain from the blank in front bumi * the measurement and the area from most faces bumi * the form and the measurement of the earth as well as the gravity variation earth
This definition had two aspects, that is: * Aspek scientific (the aspect of the determination of the form), was linked with the aspect of geometry and physical the earth as well as the difficult magnetic field variation the earth. * Aspek of the application (the aspect of the determination of the position), was connected with the grating and observation of the thorough or wide blank from some of most earths. The aspect of this application that afterwards was known with the survey term and the mapping or the geodesy technique. Currently the geodesy technique no longer only is connected with the survey and the mapping. The development of digital computer technology widened the scientific scope and the expertise of the geodesy technique. The map was managed as geographical information . That was the reason the international community adopted the new terminology: Geomatika or Geoinformatika.

 

Knowledge measured the land

No Comment - Post a comment

Knowledge measured the land was part of the geodesy knowledge that studied grating methods in the surface of the earth and under the land to determine the relative position or absolute the blank to the surface of the land, above or beneath it, in satisfying the requirement like the mapping and the determination of the relative position of an area.

 

Branches of civil engineering knowledge

No Comment - Post a comment

Branches of technical knowledge sipil * Struktural: the Branch that studied the structural problem from material that was used for the development. A form of the building was possibly made from several choices of the material kind like the steel, the concrete, wood, glasses or the other material. Each material had their respective characteristics. Structural broad knowledge studied the material characteristics so as in the long run could be chosen material whatever that was suitable for this building kind. In this field was studied deeper the matter that was linked with structure planning of the building, the road, bridge, the tunnel from the development of the foundation to the building was ready to be used.
* Geoteknik: the Branch that studied the structure and the characteristics of various land sorts in supporting a building that will stand above. His scope could take the form of field investigation that was investigation of land situations of an area and was reinforced with laboratory investigation. * Manajemen of the Construction: the Branch that studied the problem in the construction project that was linked with economics, scheduling for the work, the return of capital, the project cost, all the matters that were linked with the law and building permission through to the organising of the work in the field so as to be hoped this building was finished right on time.
* Hidro and the Environment: the Branch that studied water and the nature environment, the control and his problem. Included this field including the branch of knowledge of water hydrology (in connection with the weather, the rainfall, the water debit of a river etc.), hydraulics (the material characteristics of water, the water pressure, water thrust etc.) and the water building like the port, dam, the irrigation, the reservoir/the dam, the canal through to the sanitation technique. * Transportasi: the Branch that studied concerning the transport system in planning and his implementation. Included this field including the construction and the highway regulation, the construction of the airport, the terminal, the station and his management. * Informatika Teknik Sipil: the new Branch that studied the application of the Computer for the calculation/pemodelan a system in the Development project or the Research. Included this field including being demonstrated take the form of pemodelan the Structure of the Building (Structural from Material or Chad), pemodelan the movement of the ground water or the waste, pemodelan the environment with GIS Technology (Geographic information system).

 

The technique or the engineering

No Comment - Post a comment

The technique or the engineering was the application of knowledge and technology to resolve the problem of humankind. This was completed through knowledge, mathematics and the practical experience that were applied to design the object or the useful process. The professional technical practitioners were acknowledged as the engineer (the technical scholar). According to his history, many of the experts who believed in the capacity of the human technique have been buried naturally. This was marked by the ancient human capacity to make equipment equipment from the stone. In other words the technique was at first provided a basis for with trial and error to create the implement to facilitate the life of humankind. Together with passing of time, science began to be developing, and began to change the method of the human look against how nature worked. The development of this science that afterwards changed the technical method of working through to like sekrang this. The person never again like that mengandalakan trial and error in creating or designing equipment, but more gave priority to science as the foundation in designed.

 

A civilian

No Comment - Post a comment

A civilian was someone that not was the military member. According to the Convention Geneva Keempat, was a crime of the war to attack a civilian who was not carrying out the attack deliberately or destroyed or took the property thing of a civilian in a manner might not. Nevertheless, the property thing of a civilian might be destroyed if having the aim of the military; the property thing of a resident might be seized for the need of the military; and damage unintentionally was something that could be accepted in a war. In practice, whoever might be acknowledged as the fighter's side and non-the fighter sometimes became the complicated problem, especially in guerrilla warfare where the guerrilla fighters accepted the inhabitants's local support. Sometimes became the debate that the difference between the civilian and the military and ketidak senangan towards the attack against the civilian was the reflection from the West attitude towards the war; for the other community this not was a problem, even they regarded the West strategy of the side's war like the strategic bombing

 

Civil engineering

No Comment - Post a comment

Civil engineering was one of the branches of technical knowledge that studied about how drafted, constructive, renovated not only the building and the infrastructure, but also included the environment for the living advantage of humankind. Civil engineering had the wide scope, inside mathematical knowledge, physics, chemistry, biology, geology, the environment as far as the computer had his role was their respective. Civil engineering was developed in line with the level of the requirement for humankind and his movement, until could be said this knowledge could change a forest into the city.

 

Materi utama teknik sipil

No Comment - Post a comment

Material utama * mechanics teknik * the Construction baja * the Construction beton * the Construction kayu * the Construction gelas * mechanics tanah * the Technique of Pondasi * Hidrologi * Hidrolika * the Building air * the Management konstruksi * the dynamics of Struktur * Informatika * Knowledge measured Tanah

 

Branches of civil engineering knowledge

No Comment - Post a comment

Branches of civil engineering knowledge * Struktural: the Branch that studied the structural problem from material that was used for the development. A form of the building was possibly made from several choices of the material kind like the steel, the concrete, wood, glasses or the other material. Each material had their respective characteristics. Structural broad knowledge studied the material characteristics so as in the long run could be chosen material whatever that was suitable for this building kind. In this field was studied deeper the matter that was linked with structure planning of the building, the road, bridge, the tunnel from the development of the foundation to the building was ready to be used. * Geoteknik: the Branch that studied the structure and the characteristics of various land sorts in supporting a building that will stand above. His scope could take the form of field investigation that was investigation of land situations of an area and was reinforced with laboratory investigation. * Manajemen of the Construction: the Branch that studied the problem in the construction project that was linked with economics, scheduling for the work, the return of capital, the project cost, all the matters that were linked with the law and building permission through to

 

Cabang-cabang ilmu teknik sipil

No Comment - Post a comment

Cabang-cabang ilmu teknik sipil

* Struktural: Cabang yang mempelajari masalah struktural dari materi yang digunakan untuk pembangunan. Sebuah bentuk bangunan mungkin dibuat dari beberapa pilihan jenis material seperti baja, beton, kayu, kaca atau bahan lainnya. Setiap bahan tersebut mempunyai karakteristik masing-masing. Ilmu bidang struktural mempelajari sifat-sifat material itu sehingga pada akhirnya dapat dipilih material mana yang cocok untuk jenis bangunan tersebut. Dalam bidang ini dipelajari lebih mendalam hal yang berkaitan dengan perencanaan struktur bangunan, jalan, jembatan, terowongan dari pembangunan pondasi hingga bangunan siap digunakan.

* Geoteknik: Cabang yang mempelajari struktur dan sifat berbagai macam tanah dalam menopang suatu bangunan yang akan berdiri di atasnya. Cakupannya dapat berupa investigasi lapangan yang merupakan penyelidikan keadaan-keadaan tanah suatu daerah dan diperkuat dengan penyelidikan laboratorium.

* Manajemen Konstruksi: Cabang yang mempelajari masalah dalam proyek konstruksi yang berkaitan dengan ekonomi, penjadwalan pekerjaan, pengembalian modal, biaya proyek, semua hal yang berkaitan dengan hukum dan perizinan bangunan hingga pengorganisasian pekerjaan di lapangan sehingga diharapkan bangunan tersebut selesai tepat waktu.

* Hidro dan Lingkungan: Cabang yang mempelajari air dan lingkungan alam, pengendalian dan permasalahannya. Mencakup bidang ini antara lain cabang ilmu hidrologi air (berkenaan dengan cuaca, curah hujan, debit air sebuah sungai dsb), hidrolika (sifat material air, tekanan air, gaya dorong air dsb) dan bangunan air seperti pelabuhan, dam, irigasi, waduk/bendungan, kanal hingga teknik penyehatan.

* Transportasi: Cabang yang mempelajari mengenai sistem transportasi dalam perencanaan dan pelaksanaannya. Mencakup bidang ini antara lain konstruksi dan pengaturan jalan raya, konstruksi bandar udara, terminal, stasiun dan manajemennya.

* Informatika Teknik Sipil: Cabang baru yang mempelajari penerapan Komputer untuk perhitungan/pemodelan sebuah sistem dalam proyek Pembangunan atau Penelitian. Mencakup bidang ini antara lain dicontohkan berupa pemodelan Struktur Bangunan (Struktural dari Materi atau CAD), pemodelan pergerakan air tanah atau limbah, pemodelan lingkungan dengan Teknologi GIS (Geographic information system).

Keluasan cabang dari teknik sipil ini membuatnya sangat fleksibel di dalam dunia kerja. Profesi yang didapat dari seorang ahli bidang ini antara lain: perancangan/pelaksana pembangunan/pemeliharaan prasarana jalan, jembatan, terowongan, gedung, bandar udara, lalu lintas (darat, laut, udara), sistem jaringan kanal, drainase, irigasi, perumahan, gedung, minimalisasi kerugian gempa, perlindungan lingkungan, penyediaan air bersih, konsep finansial dari proyek, manajemen projek dsb. Semua aspek kehidupan tercangkup dalam muatan ilmu teknik sipil.

Perbedaan dari arsitek, terletak pada posisi ahli teknik sipil dalam sebuah proyek. Arsitek menyumbangkan rancangan, ide, kemungkinan pelaksanaan pembangunan di atas kertas. Hasil rancangan tersebut diserahkan selanjutnya kepada staf ahli bidang teknik sipil untuk pelaksanaan pembangunan. Tahapan ini, ahli teknik sipil melakukan perbaikan/saran dari pelaksanaan perencanaan, koordinasi dalam proyek, mengamati jalannya proyek agar sesuai dengan perencanaan. Selain itu, ahli teknik sipil juga membangun konsep finansial dan manajemen proyek atas hal-hal yang mempengaruhi jalannya proyek.

Ahli teknik sipil tidak hanya berurusan dengan pembangunan sebuah proyek bangunan, tetapi di bidang lain seperti yang berkaitan dengan informatika, memungkinkan untuk memodelisasi sebuah bentuk dengan bantuan program CAD, pemodelan kerusakan akibat gempa, banjir. Hal ini sangat penting di negara maju sebagai tolak ukur kelayakan pembangunan sebuah bangunan vital yang mempunyai resiko dapat menelan korban banyak manusia seperti reaktor nuklir atau bendungan, jika terjadi kegagalan perencanaan teknis. Rancangan bangunan tersebut biasanya dimodelkan dalam komputer dengan diberikan faktor-faktor ancaman bangunan tersebut seperti gempa dan keruntuhan struktur material. Peran ahli teknik sipil juga masih berlaku walaupun fase pembangunan sebuah gedung telah selesai, seperti terletak pada pemeliharaan fasilitas gedung tersebut.

 

Civil engineering

No Comment - Post a comment

Civil engineering was one of the branches of technical knowledge that studied about how drafted, constructive, renovated not only the building and the infrastructure, but also included the environment for the living advantage of humankind. Civil engineering had the wide scope, inside mathematical knowledge, physics, chemistry, biology, geology, the environment as far as the computer had his role was their respective. Civil engineering was developed in line with the level of the requirement for humankind and his movement, until could be said this knowledge could change a forest into the city.
Indonesia is a country located in one of the world’s most active seismic zones where earthquakes with various magnitudes occur, with at least one of magnitude five or larger occurs weekly. A major earthquake followed by tsunami devastated Aceh province at the end of 2004 and caused more than 200,000 fatalities. Another earthquake that hit Yogyakarta and Central Java provinces in mid 2006 claimed thousands of lives and caused serious damage to structures and lifelines. These two earthquakes, occurred within less than two years time, emphasize that efforts should be made to minimize fatalities and economic loss due to earthquake hazard.

This international conference will be an opportunity to share view and experiences regarding lessons learned from most recent and past earthquakes, enabling all scientists and practicing engineers, including government officials to formulate action plans for anticipating future earthquakes. Keynote speeches and invited presentations will be given during plenary sessions of the conference. The subjects will include advances in earthquake engineering, seismic and tsunami - from hazard to risk assessments, disaster mitigation and management, rehabilitation and reconstruction, case-histories, on-shore and off-shore earthquake resistant facilities, tsunami warning system, and other related subjects. This variety of topics would make this international conference as a special event after the largest earthquake of this century. Two optional post-conference activities will be provided.

 

Jurusan Teknik Sipil ITS

No Comment - Post a comment

Jurusan Teknik Sipil ITS awal berdirinya merupakan salah satu jurusan dari Perguruan Tinggi Teknik 10 Nopember Surabaya yang didirikan tanggal 10 Nopember 1957.

Lab Beton

Staf Pengajar Senior
  • Prof. Ir. Rachmat Purwono, M.Sc.
    Konstruksi Beton
  • Prof. Ir. Pinardi Koestalam, M.Sc.
    Teknik Jalan Raya
  • Prof. Dr. Ir. I Gusti Putu Raka
    Konstruksi Beton
  • Prof. Dr. Ir. Herman Wahyudi
    Mekanika Tanah dan Pondasi
  • Prof. Dr. Ir. Nadjadji Anwar, M.Sc.
    Manajemen Sumber Daya Air
  • Dr. Ir. Djoko Untung
    Mekanika Tanah
  • Ir. Rianto Benyamin A, M.Sc., Ph.D.
    Manajemen Konstruksi
  • Dr. Ir. Triwulan
    Teknik Struktur dan Material
  • Prof.Ir. Indrasurya B.M., M.Sc., Ph.D.
    (Ketua Jurusan)
    Geoteknik dan Perkerasan Jalan
  • Prof.Ir. Noor Endah, M.Sc., Ph.D.
    Geoteknik
  • Ir. Agus Hari Wahyono, M. Sc., Ph.D.
    Teknik Struktur
  • Dr. Ir. Edijatno
    Teknik Keairan
  • Dr. Ir. Ria Asih, M.Sc.
    Geoteknik dan Transportasi
  • Ir. Anggrahini, M.Sc.
    Teknik Keairan
  • Ir. Ananta Sigit Sidharta, M.Sc., Ph.D.
    Struktur dan Geoteknik
  • Prof.Ir. Priyo Suprobo, MS., Ph.D.
    Teknik Struktur
  • Kemudian tahun 1983 Fakultas Teknik Sipil bersama FakultasTeknik Arsitektur berubah menjadi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan dengan salah satu jurusannya adalah Jurusan Teknik Sipil.

    Jurusan Teknik Sipil oleh SK Menteri PDK No. 10125/U.U tanggal 3 Desember 1960 berubah menjadi Fakultas Teknik Sipil.



    Tujuan Umum
    1. Mampu merencana secara lengkap konstruksi Teknik Sipil.
    2. Mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan, dan pengelolaan bangunan.
    3. Mampu membuat laporan kerja (engineering) dan engineering judgment.
    4. Mampu mengenal, mengamati, menganalisa, dan memecahkan secara ilmiah masalah-masalah dalam bidang profesinya.